BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Modal dasar pembentukan manusia
berkualitas dimulai sejak bayi dalam kandungan disertai dengan pemberian Air
Susu Ibu (ASI) sejak usia dini, terutama pemberian ASI Eksklusif yaitu
pemberian hanya ASI kepada bayi sejak lahir sampai berusia 6 bulan. Konferensi
Hak-Hak Anak tahun 1990 antara lain menegaskan bahwa tumbuh kembang secara
optimal merupakan salah satu hak anak. Berarti ASI selain merupakan kebutuhan
juga merupakan hak asasi bayi yang harus dipenuhi oleh orang tuanya (Depkes RI,
2002:1). Dalam menjalani pertumbuhan dan perkembangan tentu saja anak
memerlukan bantuan dari lingkungan sekitarnya. Ada berbagai faktor yang
menghambat ataupun yang mendukung. Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari
luar ataupun dari dalam anak itu sendiri, salah satu faktor luar yang mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan anak adalah nutrisi yang didapat anak (Supartini,
2004). Nutrisi yang adekuat dan seimbang, merupakan kebutuhan akan asuh yang
penting. Nutrisi adalah termasuk pembangun tubuh yang mempunyai pengaruh besar
(Narendra, 2002:13). Pemberian makanan juga menjadi faktor penting, namun terdapat
fakta bahwa masih ditemukannya pemberian makanan yang salah pada bayi dan pemberian
makanan pada bayi dianggap salah apabila pemberian makanan pendamping yang
terlalu dini ataupun lambat (Sulistijani dan Herlianty, 2004).
Data yang menunjukkan kasus kekurangan
gizi menurut sensus WHO, 40% dari 10,4 juta kematian yang terjadi pada anak
dibawah lima tahun di negara berkembang
berkaitan dengan malnutrisi (Ariani, 2009). Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga menunjukkan bahwa ada 170 anak
mengalami gizi kurang diseluruh dunia, sebanyak 3 juta anak diantaranya
meninggal tiap tahun akibat kurang gizi, 30 % dari angka kejadian tersebut akibat
dari pemberian makanan pendamping ASI terlalu cepat (kurang dari 6
bulan) atau terlalu terlambat (lebih dari 6 bulan) (Abiyasa, 2009). Berdasarkan
data statistik kesehatan Departemen Kesehatan RI tahun 2005 dari 241.973.879
penduduk Indonesia, di jelaskan bahwa 6% atau sekitar 14,5 juta orang menderita
gizi buruk dan penderita gizi buruk pada umumnya anak-anak dibawah usia lima
tahun (balita) juga didapatkan sebanyak 64% bayi diberikan makanan pendamping
pada umur kurang dari 6 bulan, sedangkan bayi yang diberikan ASI Eksklusif
sampai umur 6 bulan hanya 36% dari seluruh bayi yang ada. Dari 64% bayi yang
diberikan makanan pendamping tersebut, sebanyak 14% diberi makanan pendamping
pada usia dibawah dua bulan, sebanyak 46% diberi makanan pendamping pada umur
dua sampai tiga bulan, dan 4% sisanya diberi makanan pendamping pada umur empat
sampai lima bulan (Abiyasa, 2009). Secara umum prevalensi status gizi di
Indonesia tahun 2008 adalah 5,4% balita dengan gizi buruk dan 13% gizi kurang
sedangkan menurut data di propinsi Jawa Timur tahun 2007 menunjukkan balita
yang naik berat badannya adalah 67,45% dengan target 72%.
Berdasarkan studi pendahuluan di Desa
Curahmojo Kecamatan Pungging Kabupaten Mojokerto bulan April 2010 diperoleh
jumlah bayi 0-6 bulan sebanyak 37 bayi.
Di Posyandu Ngepung dari 10 (27%) bayi ditemukan 4 (10,8%) bayi yang
menderita gizi kurang. Dari 4 bayi tersebut 3 (8,1%) bayi akibat pemberian
makanan pendamping ASI yang lebih awal yaitu sebelum bayi umur 6 bulan.
Makanan pendamping ASI dianjurkan
diberikan saat usia bayi 6 bulan. Pada usia dibawah 6 bulan, sistem pencernaan
bayi belum memiliki enzim untuk mencerna makanan tersebut. Akibatnya, pemberian
makanan pendamping ASI dapat memperberat kerja organ tubuh bayi. Usus bayi juga
belum dapat bekerja sempurna sehingga dapat menimbulkan reaksi diare, kolik dan
alergi. Sebaliknya, pemberian makanan pendamping ASI terlalu cepat menyebabkan
kebutuhan bayi akan ASI menjadi berkurang. Padahal ASI masih diperlukan untuk
tumbuh kembang dan daya tahan tubuh bayi (Kasdu, 2007:9). Kekurangan Energi
Protein (KEP) atau status gizi buruk berdasarkan Kartu Menuju sehat (KMS)
adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan
protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi
(Supariasa, 2002:131).
Masalah KEP pada balita disebabkan
oleh berbagai hal, faktor penyebab langsung maupun tidak langsung. Faktor
penyebab langsung timbulnya masalah KEP pada balita adalah adanya infeksi dan
parasit, serta konsumsi makanan yang tidak mencukupi kebutuhannya. Keadaan ini
diperberat lagi oleh berbagai faktor penyebab tidak langsung yaitu kurangnya
pengetahuan ibu tentang kesehatan. Ibu-ibu kurang menyadari bahaya pemberian
makanan pendamping ASI secara dini seperti keracunan atau alergi apabila salah
dalam melakukan pemilihan bahan atau pengolahan yang kurang baik, kemampuan
alat pencernaan bayi masih belum mampu menerimanya dan kurang hygienis bisa
menyebabkan infeksi hingga diare (Depkes, 2007).
Dengan memberikan informasi-informasi
tentang cara mencapai hidup sehat, cara pemeliharaan kesehatan, cara
menghindari penyakit dan sebagainya akan meningkatkan pengetahuan masyarakat
tentang hal tersebut, selanjutnya dengan pengetahuan itu akan menimbulkan
kesadaran mereka dan akhirnya akan menyebabkan orang berprilaku sesuai dengan
pengetahuan yang dimilikinya itu. (Notoatmodjo, 2005:4). Pemberian informasi
kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan ibu tentang makanan pendamping ASI
dapat dilakukan dengan penyuluhan pada saat penimbangan di posyandu.
Berdasarkan uraian diatas, mengingat
tingginya angka kejadian gizi buruk dan besarnya pengaruh makanan pendamping
ASI secara dini terhadap status gizi. Maka peneliti ingin meneliti hubungan
usia pemberian makanan pendamping ASI dini terhadap status gizi bayi (0-6
bulan) di Desa Curahmojo Kecamatan Pungging Kabupaten Mojokerto.
1.2
Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan usia pemberian
makanan pendamping ASI dini terhadap status gizi bayi (0-6 bulan) di Desa
Curahmojo Kecamatan Pungging Kabupaten Mojokerto ?
1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1
Tujuan Umum
Mengetahui hubungan usia pemberian
makanan pendamping ASI dini terhadap status gizi bayi (0-6 bulan) di Desa
Curahmojo Kecamatan Pungging Kabupaten Mojokerto.
1.3.2
Tujuan khusus
1. Mengidentifikasi usia pemberian makanan pendamping
ASI dini di Desa Curahmojo Kecamatan Pungging Kabupaten Mojokerto.
2. Mengidentifikasi status gizi bayi (0-6 bulan) di
Desa Curahmojo Kecamatan Pungging Kabupaten Mojokerto.
3. Menganalisis hubungan antara usia pemberian
makanan pendamping ASI dini terhadap status gizi bayi (0-6 bulan) di Desa
Curahmojo Kecamatan Pungging Kabupaten Mojokerto.
1.4 Manfaat
Penelitian
1.4.1
Bagi responden
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberi informasi dan menambah pengetahuan ibu sehingga tidak diberikannya
makanan pendamping ASI secara dini pada bayi (0-6 bulan).
1.4.2
Bagi peneliti
Dapat menambah wawasan serta pemahaman
peneliti tentang hubungan usia pemberian makanan pendamping ASI dini terhadap
status gizi bayi (0-6 bulan).
1.4.3
Bagi profesi kebidanan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan
masukan bagi petugas kesehatan dalam memberikan pendidikan kesehatan yang
optimal pada masyarakat serta meningkatkan mutu pelayanan kebidanan, terutama
dalam hal pemberian makanan pendamping ASI atau makanan tambahan dan gizi.
1.4.4
Bagi penelitian selanjutnya
Bahan atau sumber ini dapat digunakan
sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan pemberian
makanan pendamping ASI dini pada bayi (0-6 bulan) yang berpengaruh pada status
gizi.
1.5 Batasan
Penelitian
Batasan dalam penelitian ini, peneliti
hanya meneliti hubungan usia pemberian makanan pendamping ASI dini terhadap
status gizi bayi (0-6 bulan), sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi usia
pemberian makanan pendamping ASI tidak diteliti.
BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1
Gambaran umum lokasi penelitian
Penelitian dilakukan di Desa Curahmojo Kecamatan
Pungging Kabupaten Mojokerto pada tanggal 20-28 September 2010 didapatkan
responden ibu dan bayi sebanyak 34 responden. Desa Curahmojo memiliki batas-batas
wilayah :
1.
Batas utara : Desa Sekargadung
2.
Batas selatan : Desa Purworejo
3.
Batas timur : Desa Kutogirang
4.
Batas barat : Desa Mojorejo
Desa Curahmojo Kecamatan Pungging Kabupaten Mojokerto
mempunyai 5 dusun, yaitu dusun Ngepung, dusun Jlopo, dusun Jemirahan, dusun Gapun
dan dusun Sidaran.
4.1.2
Data umum
1.
Umur ibu
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Umur Ibu di Desa
Curahmojo Kecamatan Pungging Kabupaten Mojokerto pada bulan September 2010
No
|
Umur Ibu
|
F
|
%
|
1.
2.
3.
|
> 20 tahun
21-35 tahun
> 35 tahun
|
4
27
3
|
11,8
79,4
8,8
|
Jumlah
|
34
|
100
|
Sumber : Data Primer, 2010
Pada Tabel 4.1, dapat diketahui bahwa
dari 34 responden, umur ibu 21-35 tahun sebanyak 27 (79,4%) responden, umur
> 20 tahun sebanyak 4 (11,8%) responden dan umur > 35 tahun sebanyak 3
(8,8%) responden.
2.
Pendidikan
ibu
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Pendidikan
Ibu di Desa Curahmojo Kecamatan Pungging Kabupaten Mojokerto pada bulan
September 2010
No
|
Pendidikan Ibu
|
F
|
%
|
1.
2.
3.
4.
|
SD
SMP
SMA
PT
|
2
10
19
3
|
5,9
29,4
55,9
8,8
|
Jumlah
|
34
|
100
|
Sumber : Data Primer, 2010
Pada Tabel 4.2, dapat diketahui bahwa
dari 34 responden, pendidikan ibu SMA sebanyak 19 (55,9%) responden, pendidikan
SMP sebanyak 10 (29,4%) responden, pendidikan PT sebanyak 3 (8,8%) dan
pendidikan SD sebanyak 2 (5,9%) responden.
3.
Pekerjaan ibu
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Pekerjaan
Ibu di Desa Curahmojo Kecamatan Pungging Kabupaten Mojokerto pada bulan
September 2010
No
|
Pekerjaan Ibu
|
F
|
%
|
1.
2.
3.
4.
5.
|
IRT
Swasta
Petani
Dagang
PNS
|
7
14
4
7
2
|
20,6
41,2
11,8
20,6
5,9
|
Jumlah
|
34
|
100
|
Sumber : Data Primer, 2010
Pada Tabel 4.3, dapat diketahui bahwa
dari 34 responden, pekerjaan ibu swasta sebanyak 14 (41,2%) responden,
pekerjaan IRT dan dagang masing-masing sebanyak 7 (20,6%) responden, pekerjaan
petani sebanyak 4 (11,8%) dan pekerjaan PNS sebanyak 2 (5,9%) responden.
4.1.3
Data khusus
1.
Usia pemberian makanan
pendamping ASI dini
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Pemberian
Makanan Pendamping ASI Dini di Desa Curahmojo Kecamatan Pungging Kabupaten Mojokerto
pada bulan September 2010
No
|
Pemberian MP-ASI Dini
|
F
|
%
|
1.
2.
|
MP-ASI bayi usia 2-3 bulan
MP-ASI bayi usia 4-6 bulan
|
12
22
|
35,3
64,7
|
Jumlah
|
34
|
100
|
Sumber : Data Primer, 2010
Pada Tabel 4.4, dapat diketahui bahwa
dari 34 responden, pemberian makanan pendamping ASI bayi usia 2-3 bulan
sebanyak 12 (35,3%) responden dan pemberian makanan pendamping ASI bayi usia
4-6 bulan sebanyak 22 (64,7%) responden.
2.
Status gizi bayi (0-6 bulan)
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Status Gizi
Bayi (0-6 bulan) di Desa Curahmojo Kecamatan Pungging Kabupaten Mojokerto pada
bulan September 2010
No
|
Status Gizi
|
F
|
%
|
1.
2.
3.
|
Gizi buruk
Gizi kurang
Gizi baik
|
4
6
24
|
11,8
17,6
70,6
|
Jumlah
|
34
|
100
|
Sumber : Data Primer, 2010
Pada Tabel 4.5, dapat diketahui bahwa
dari 34 responden, status gizi buruk bayi (0-6 bulan) sebanyak 4 (11,8%)
responden, status gizi kurang bayi (0-6 bulan) sebanyak 6 (17,6%) responden dan
status gizi baik bayi (0-6 bulan) sebanyak 24 (70,6%) responden.
3. Hubungan usia pemberian makanan pendamping ASI
dini dengan status gizi bayi (0-6 bulan)
Tabel 4.6 Distribusi Silang Hubungan Usia
Pemberian Makanan Pendamping ASI Dini dengan Status Gizi Bayi (0-6 bulan) di Desa
Curahmojo Kecamatan Pungging Kabupaten Mojokerto pada bulan September 2010
No
|
Usia pemberian MP-ASI dini
|
Status gizi bayi (0-6 bulan)
|
Jumlah
|
||||||
Gizi buruk
|
Gizi kurang
|
Gizi baik
|
|||||||
f
|
%
|
f
|
%
|
f
|
%
|
f
|
%
|
||
1.
2.
|
MP-ASI bayi usia 2-3 bulan
MP-ASI bayi usia 4-6 bulan
|
4
-
|
33,3
-
|
-
6
|
-
27,3
|
8
16
|
66,7
72,7
|
12
22
|
100
100
|
Sumber : Data Primer, 2010
Pada Tabel 4.6 menunjukkan bahwa sebagian besar pemberian
makanan pendamping ASI bayi usia 4-6 bulan dengan status gizi baik sebanyak 16
(72,7%) dan status gizi kurang sebanyak 6 (27,3%).
Data di atas kemudian di analisis dengan uji statistik Chi-Square, untuk mengetahui hubungan usia pemberian makanan pendamping ASI dini dengan status gizi bayi (0-6
bulan) di Desa Curahmojo Kecamatan Pungging Kabupaten Mojokerto diperoleh r : 0,005 (a < 0,05) maka H0 ditolak, H1
diterima artinya ada hubungan antara usia pemberian makanan pendamping ASI dini
terhadap status gizi bayi (0-6 bulan).
4.2 Pembahasan
4.2.1
Usia pemberian makanan pendamping ASI dini
Hasil penelitian pada Tabel 4.4
diketahui bahwa pemberian makanan pendamping ASI bayi terbanyak usia 4-6 bulan sejumlah
22 (64,7%) responden. Selain itu mayoritas responden
bekerja swasta (pabrik) yaitu sebanyak 41,2% responden.
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa ibu kurang
memberikan ASI eksklusif pada bayinya dan sebagai penggantinya para ibu
memberikan makanan tambahan terlalu dini, dimana belum berusia enam bulan
tetapi sudah diberikan makanan tambahan. Hal ini disebabkan oleh faktor ibu
bekerja, ibu yang bekerja sebagian besar tidak mampu memberikan ASI dan
menggantinya dengan
memberikan PASI atau MP-ASI. Ini sesuai dengan hasil penelitian yaitu sebagian besar
ibu memberikan MP-ASI yakni 3x sehari dengan jenis
makanan yang diberikan adalah nasi
ulet, biskuit dan pisang kerok.
Pemberian makanan tambahan pada bayi
adalah pemberian makanan atau minuman yang mengandung zat gizi pada bayi usia 6-24
bulan untuk pemenuhan gizi setelah ASI Eksklusif (Depkes, 2007). Pemberian
makanan tambahan pada bayi sebaiknya diberikan saat usia bayi lebih dari 6
bulan atau setelah pemberian ASI Eksklusif
karena pada usia 6 bulan kebutuhan nutrisi bayi masih terpenuhi melalui
ASI. Namun di Indonesia terutama di daerah pedesaan sering dijumpai pemberian
MP-ASI dini. Banyak ibu yang beranggapan bahwa dengan diberi MP-ASI, anaknya
akan mendapatkan asupan nutrisi tambahan dan tidak akan merasa lapar lagi serta
bayi tidak sering sakit. Namun hal ini tidak sesuai
dengan hasil penelitian bayi yang diberi MP-ASI dini mengalami sembelit. Makanan pendamping ASI dianjurkan diberikan saat
usia bayi 6 bulan. Pada usia dibawah 6 bulan, sistem pencernaan bayi belum
memiliki enzim untuk mencerna makanan tersebut. Akibatnya, pemberian makanan
pendamping ASI dapat memperberat kerja organ tubuh bayi. Usus bayi juga belum
dapat bekerja sempurna sehingga dapat menimbulkan reaksi diare, kolik dan
alergi. Sebaliknya, pemberian makanan pendamping ASI terlalu cepat menyebabkan
kebutuhan bayi akan ASI menjadi berkurang. Padahal ASI masih diperlukan untuk
tumbuh kembang dan daya tahan tubuh bayi (Kasdu, 2007:9).
Hendaknya ibu memberikan makanan pendamping ASI setelah
anak berusia lebih dari 6 bulan karena pemberian makanan tambahan sangat
diperlukan terutama untuk anak di atas umur enam bulan yang sudah memerlukan
makanan tambahan bergizi dan ibu juga memperhatikan pemberian makanan yang
sesuai dengan kebutuhan anaknya sehingga akan mengurangi resiko yang terjadi
seperti sembelit. Disarankan
juga bila ibu memberikan makanan pendamping ASI lebih menekankan pemberian
MP-ASI lokal atau MP-ASI dapur ibu yang artinya MP-ASI
hasil olahan sendiri.
4.2.2
Status gizi bayi (0-6 bulan)
Hasil penelitian pada Tabel 4.5
diketahui bahwa status gizi baik bayi (0-6 bulan) sebanyak 24 (70,6%)
responden, sebanyak 11,8% bayi dengan status gizi buruk dan 17,6% bayi
dengan status gizi kurang. Selain itu sebanyak 79,4% responden yang berumur 21-35 tahun serta hasil penelitian juga menyebutkan 55,9%
ibu berpendidikan SMA.
Masih ditemukan status gizi buruk dan kurang pada
penelitian ini dipengaruhi oleh keterbatasan
ekonomi yang berarti tidak mampu membeli bahan makanan yang berkualitas baik,
maka pemenuhan gizinya juga akan terganggu. Selain itu keadaan status gizi bayi baik dipengaruhi oleh umur
dan pendidikan ibu, yang pada penelitian ini umur ibu dikategorikan pada umur
yang produktif dan sudah matang dalam pemikiran pengambil keputusan. Ibu yang cukup umur akan lebih matang atau berpengalaman dalam
merawat anak. Hal ini berpengaruh dalam mengambil keputusan untuk memberikan
MP-ASI terhadap anak baik secara dini ataupun sesuai. Pendidikan ibu yang sebagian besar adalah SMA juga
mendukung dalam kemampuan ibu untuk menerima informasi yang berkaitan dengan
kesehatan bayinya.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Hurlock dalam buku Nursalam dan Siti Pariani (2001) yang
mengungkapkan bahwa semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kepuasan
seseorang akan lebih matang dalam mengambil keputusan baik dari segi
kepercayaan maupun dari segi pandangan masyarakat. Sedangkan menurut
Nursalam (2001) bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin mudah
menerima informasi. Ibu yang mempunyai jenjang pendidikan yang lebih tinggi
cenderung memberikan MP-ASI sesuai kepada anaknya. Hal ini dikarenakan
seseorang dengan tingkat pendidikan yang tinggi lebih mudah menerima informasi
kesehatan dibanding yang berpendidikan rendah sehingga berpengaruh dalam
mengambil keputusan untuk memberikan MP-ASI terhadap anak baik secara dini
ataupun sesuai.
Status gizi adalah ekspresi dari
keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari
nutriture dalam bentuk variabel tertentu (Supariasa, 2002:18). Berdasarkan
asupan gizi akan mempunyai status gizi yaitu status gizi kurang, status gizi
seimbang (normal) dan status gizi lebih (Ariani, 2009). Progam gizi, khususnya
UPGK (Usaha Perbaikan Gizi Keluarga) telah meluas ke berbagai pedesaan di
Indonesia. Dalam program ini telah dikembangkan program penimbangan berat badan
anak balita dan penggunaan kartu menuju sehat (KMS) untuk memantau keadaan
kesehatan dan gizi melalui pertumbuhan atas dasar kenaikan berat badan.
Hendaknya ibu lebih menekankan pemberian ASI eksklusif
pada usia ini, karena ASI mampu mencukupi kebutuhan nutrisi anak sampai usia 6
bulan. Sedangkan untuk ibu yang memberikan MP-ASI dini perlu diterapkan pola
menu seimbang adalah pengaturan makanan yang sehat dengan susunan hidangan menu
sesuai dengan kebutuhan gizi esensial dalam jumlah yang ideal serta disesuaikan
dengan daya toleran si kecil.
4.2.3
Hubungan antara usia pemberian makanan
pendamping ASI dini terhadap status gizi bayi (0-6 bulan)
Hasil pengujian dengan uji Chi-Square diperoleh
hasil ada hubungan antara usia pemberian makanan pendamping ASI dini terhadap
status gizi bayi (0-6 bulan). Hasil penelitian juga menunjukkan status gizi
baik bayi (0-6 bulan) sebanyak 70,6% dan pemberian ASI ada yang masih diberikan
(sering) sebanyak 38,2% serta makanan pendamping yang diberikan berupa nasi
ulet sebanyak 61,8%.
Status gizi bayi yang baik disebabkan
bayi 0-6 bulan yang diberikan MP-ASI
juga masih diberikan ASI. Faktor lainnya yaitu produk pangan, jika jumlah dan
jenis bahan makanan dalam pola pangan disuatu daerah tertentu berkembang dari
pangan yang telah ditanam ditempat tersebut. Misalnya banyak menanam sayuran
dan buah, maka konsumsi sayuran hijau dan buah akan lebih banyak. Sayuran dan
buah dapat meningkatkan kualitas ASI. Sedangkan penelitian ini kebiasaan ibu
memberikan makanan pendamping berupa nasi ulet, karena nasi ulet memiliki
kandungan kalori yang tinggi dan dapat menunjang kenaikan berat badan bayi
sehingga didapatkan status gizi bayi adalah baik. Dari penelitian Cartono
(2000-Skripsi) dengan populasi 48 anak, menunjukkan usia pertama kali bayi
mendapat MP-ASI 52,1% dibawah 4 bulan dan 47,9% lebih besar 4 bulan dengan
status gizi terbanyak adalah baik (41,7%). Kesimpulan dari penelitian tersebut
adalah ada hubungan yang signifikan.
Hal ini senada yang diungkapkan oleh
Pudjiati (2003:30), dengan diberikannya ASI dan MP-ASI, kebutuhan zat gizi bayi
0-6 bulan yang meliputi Energi (560 Kkal), Protein (12g), Lemak (13g), Vitamin
A (350mg), Vitamin C (30mg) akan semakin bertambah, sehingga mempengaruhi
status gizi bayi yang baik. Sayuran dan buah dapat meningkatkan kualitas ASI
dikarenakan sayuran hijau untuk menangkal anemi pada ibu dan bayi, sedangkan
buah sebagai anti oksidan agar ibu tidak mudah sakit. Pada tahap awal pemberian
makanan pendamping ASI, buah segar dapat menjadi pilihan pertama makanan pemula
pendamping ASI. Berbeda dari nasi dan makanan pokok lainnya, buah segar
mengandung karbohidrat yang mudah dicerna, yaitu gula buah. Kemudahan gula buah
dicerna bayi mendekati ASI karena secara alami dilengkapi enzim pencernaan.
Oleh karena itu buah digolongkan dalam predigested
food atau semidigested food, yaitu
makanan yang sudah separuh cerna. Biasanya, bayi perlu menyesuaikan diri selama
4-5 hari. Walaupun demikian, patokan ini tidak mutlak karena keterampilan
makanan setiap bayi tidak sama (Apriadji, 2006:57-58).
Diharapkan pemberian makanan pendamping ASI
diberikan setelah bayi berusia lebih dari 6 bulan karena pemberian
makanan tambahan sangat diperlukan terutama untuk anak di atas umur enam bulan
yang sudah memerlukan makanan tambahan bergizi dan ibu juga memperhatikan
pemberian makanan yang sesuai dengan kebutuhan bayinya sehingga akan mengurangi resiko yang terjadi
seperti sembelit
dan diare. Disarankan juga bila ibu memberikan makanan pendamping ASI lebih menekankan
pemberian MP-ASI lokal atau MP-ASI dapur ibu yang artinya MP-ASI
hasil olahan sendiri.
BAB 5
KESIMPULAN
DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Sebagian besar pemberian makanan pendamping ASI
bayi usia 4-6 bulan sebanyak 22 responden (64,7%) dan pemberian makanan
pendamping ASI bayi usia 2-3 bulan sebanyak 12 responden (35,3%).
2. Sebagian besar status gizi baik bayi (0-6 bulan)
sebanyak 24 responden (70,6%), status gizi kurang bayi (0-6 bulan) sebanyak 6
responden (17,6%) dan status gizi buruk bayi (0-6 bulan) sebanyak 4 responden
(11,8%).
3. Ada hubungan antara usia pemberian makanan
pendamping ASI dini terhadap status gizi bayi (0-6 bulan).
5.2 Saran
1. Bagi responden
Perlu meningkatkan pengetahuan ibu
tentang pemberian MP-ASI yang benar dan tepat sehingga dapat mencegah resiko
yang tidak baik dikemudian hari.
2. Bagi peneliti
Penelitian tentang hubungan MP-ASI
dini dengan status gizi balita (0-6 bulan) dapat menambah pengetahuan dan
wawasan peneliti sehingga dapat mengaplikasikan dengan turut serta memberikan
informasi tentang pemberian MP-ASI yang tepat.
3. Bagi profesi kebidanan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai bahan masukan dalam memberikan intervensi
dalam menanggulangi praktek pemberian MP-ASI dini sehingga jumlah balita yang
diberikan MP-ASI dini dapat berkurang.
4.
Bagi peneliti selanjutnya
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang MP-ASI
seperti mengenai komplikasi-komplikasi yang terjadi dengan mengambil sampel
yang lebih banyak.
0 komentar:
Posting Komentar