Sabtu, 22 Juni 2013

HUBUNGAN USIA PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI DINI TERHADAP STATUS GIZI BAYI (0-6 BULAN) DI DESA CURAHMOJO KECAMATAN PUNGGING KABUPATEN MOJOKERTO


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Modal dasar pembentukan manusia berkualitas dimulai sejak bayi dalam kandungan disertai dengan pemberian Air Susu Ibu (ASI) sejak usia dini, terutama pemberian ASI Eksklusif yaitu pemberian hanya ASI kepada bayi sejak lahir sampai berusia 6 bulan. Konferensi Hak-Hak Anak tahun 1990 antara lain menegaskan bahwa tumbuh kembang secara optimal merupakan salah satu hak anak. Berarti ASI selain merupakan kebutuhan juga merupakan hak asasi bayi yang harus dipenuhi oleh orang tuanya (Depkes RI, 2002:1). Dalam menjalani pertumbuhan dan perkembangan tentu saja anak memerlukan bantuan dari lingkungan sekitarnya. Ada berbagai faktor yang menghambat ataupun yang mendukung. Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari luar ataupun dari dalam anak itu sendiri, salah satu faktor luar yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak adalah nutrisi yang didapat anak (Supartini, 2004). Nutrisi yang adekuat dan seimbang, merupakan kebutuhan akan asuh yang penting. Nutrisi adalah termasuk pembangun tubuh yang mempunyai pengaruh besar (Narendra, 2002:13). Pemberian makanan juga menjadi faktor penting, namun terdapat fakta bahwa masih ditemukannya pemberian makanan yang salah pada bayi dan pemberian makanan pada bayi dianggap salah apabila pemberian makanan pendamping yang terlalu dini ataupun lambat (Sulistijani dan Herlianty, 2004).
Data yang menunjukkan kasus kekurangan gizi menurut sensus WHO, 40% dari 10,4 juta kematian yang terjadi pada anak dibawah lima tahun di negara berkembang berkaitan dengan malnutrisi (Ariani, 2009). Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga menunjukkan bahwa ada 170 anak mengalami gizi kurang diseluruh dunia, sebanyak 3 juta anak diantaranya meninggal tiap tahun akibat kurang gizi, 30 % dari angka kejadian tersebut akibat dari pemberian makanan pendamping ASI terlalu cepat (kurang dari 6 bulan) atau terlalu terlambat (lebih dari 6 bulan) (Abiyasa, 2009). Berdasarkan data statistik kesehatan Departemen Kesehatan RI tahun 2005 dari 241.973.879 penduduk Indonesia, di jelaskan bahwa 6% atau sekitar 14,5 juta orang menderita gizi buruk dan penderita gizi buruk pada umumnya anak-anak dibawah usia lima tahun (balita) juga didapatkan sebanyak 64% bayi diberikan makanan pendamping pada umur kurang dari 6 bulan, sedangkan bayi yang diberikan ASI Eksklusif sampai umur 6 bulan hanya 36% dari seluruh bayi yang ada. Dari 64% bayi yang diberikan makanan pendamping tersebut, sebanyak 14% diberi makanan pendamping pada usia dibawah dua bulan, sebanyak 46% diberi makanan pendamping pada umur dua sampai tiga bulan, dan 4% sisanya diberi makanan pendamping pada umur empat sampai lima bulan (Abiyasa, 2009). Secara umum prevalensi status gizi di Indonesia tahun 2008 adalah 5,4% balita dengan gizi buruk dan 13% gizi kurang sedangkan menurut data di propinsi Jawa Timur tahun 2007 menunjukkan balita yang naik berat badannya adalah 67,45% dengan target 72%.
Berdasarkan studi pendahuluan di Desa Curahmojo Kecamatan Pungging Kabupaten Mojokerto bulan April 2010 diperoleh jumlah bayi 0-6 bulan sebanyak 37 bayi.  Di Posyandu Ngepung dari 10 (27%) bayi ditemukan 4 (10,8%) bayi yang menderita gizi kurang. Dari 4 bayi tersebut 3 (8,1%) bayi akibat pemberian makanan pendamping ASI yang lebih awal yaitu sebelum bayi umur 6 bulan.
Makanan pendamping ASI dianjurkan diberikan saat usia bayi 6 bulan. Pada usia dibawah 6 bulan, sistem pencernaan bayi belum memiliki enzim untuk mencerna makanan tersebut. Akibatnya, pemberian makanan pendamping ASI dapat memperberat kerja organ tubuh bayi. Usus bayi juga belum dapat bekerja sempurna sehingga dapat menimbulkan reaksi diare, kolik dan alergi. Sebaliknya, pemberian makanan pendamping ASI terlalu cepat menyebabkan kebutuhan bayi akan ASI menjadi berkurang. Padahal ASI masih diperlukan untuk tumbuh kembang dan daya tahan tubuh bayi (Kasdu, 2007:9). Kekurangan Energi Protein (KEP) atau status gizi buruk berdasarkan Kartu Menuju sehat (KMS) adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi (Supariasa, 2002:131).
Masalah KEP pada balita disebabkan oleh berbagai hal, faktor penyebab langsung maupun tidak langsung. Faktor penyebab langsung timbulnya masalah KEP pada balita adalah adanya infeksi dan parasit, serta konsumsi makanan yang tidak mencukupi kebutuhannya. Keadaan ini diperberat lagi oleh berbagai faktor penyebab tidak langsung yaitu kurangnya pengetahuan ibu tentang kesehatan. Ibu-ibu kurang menyadari bahaya pemberian makanan pendamping ASI secara dini seperti keracunan atau alergi apabila salah dalam melakukan pemilihan bahan atau pengolahan yang kurang baik, kemampuan alat pencernaan bayi masih belum mampu menerimanya dan kurang hygienis bisa menyebabkan infeksi hingga diare (Depkes, 2007).
Dengan memberikan informasi-informasi tentang cara mencapai hidup sehat, cara pemeliharaan kesehatan, cara menghindari penyakit dan sebagainya akan meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang hal tersebut, selanjutnya dengan pengetahuan itu akan menimbulkan kesadaran mereka dan akhirnya akan menyebabkan orang berprilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya itu. (Notoatmodjo, 2005:4). Pemberian informasi kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan ibu tentang makanan pendamping ASI dapat dilakukan dengan penyuluhan pada saat penimbangan di posyandu.
Berdasarkan uraian diatas, mengingat tingginya angka kejadian gizi buruk dan besarnya pengaruh makanan pendamping ASI secara dini terhadap status gizi. Maka peneliti ingin meneliti hubungan usia pemberian makanan pendamping ASI dini terhadap status gizi bayi (0-6 bulan) di Desa Curahmojo Kecamatan Pungging Kabupaten Mojokerto.

1.2      Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan usia pemberian makanan pendamping ASI dini terhadap status gizi bayi (0-6 bulan) di Desa Curahmojo Kecamatan Pungging Kabupaten Mojokerto ?

1.3      Tujuan Penelitian
1.3.1        Tujuan Umum
Mengetahui hubungan usia pemberian makanan pendamping ASI dini terhadap status gizi bayi (0-6 bulan) di Desa Curahmojo Kecamatan Pungging Kabupaten Mojokerto.
1.3.2        Tujuan khusus
1.      Mengidentifikasi usia pemberian makanan pendamping ASI dini di Desa Curahmojo Kecamatan Pungging Kabupaten Mojokerto.
2.      Mengidentifikasi status gizi bayi (0-6 bulan) di Desa Curahmojo Kecamatan Pungging Kabupaten Mojokerto.
3.      Menganalisis hubungan antara usia pemberian makanan pendamping ASI dini terhadap status gizi bayi (0-6 bulan) di Desa Curahmojo Kecamatan Pungging Kabupaten Mojokerto.

1.4  Manfaat Penelitian
1.4.1        Bagi responden
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi dan menambah pengetahuan ibu sehingga tidak diberikannya makanan pendamping ASI secara dini pada bayi (0-6 bulan).

1.4.2        Bagi peneliti
Dapat menambah wawasan serta pemahaman peneliti tentang hubungan usia pemberian makanan pendamping ASI dini terhadap status gizi bayi (0-6 bulan).

1.4.3        Bagi profesi kebidanan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi petugas kesehatan dalam memberikan pendidikan kesehatan yang optimal pada masyarakat serta meningkatkan mutu pelayanan kebidanan, terutama dalam hal pemberian makanan pendamping ASI atau makanan tambahan dan gizi.
1.4.4        Bagi penelitian selanjutnya
Bahan atau sumber ini dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan pemberian makanan pendamping ASI dini pada bayi (0-6 bulan) yang berpengaruh pada status gizi.

1.5  Batasan Penelitian
Batasan dalam penelitian ini, peneliti hanya meneliti hubungan usia pemberian makanan pendamping ASI dini terhadap status gizi bayi (0-6 bulan), sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi usia pemberian makanan pendamping ASI tidak diteliti.

BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1  Hasil Penelitian
4.1.1        Gambaran umum lokasi penelitian
Penelitian dilakukan di Desa Curahmojo Kecamatan Pungging Kabupaten Mojokerto pada tanggal 20-28 September 2010 didapatkan responden ibu dan bayi sebanyak 34 responden. Desa Curahmojo memiliki batas-batas wilayah :
1.      Batas utara            : Desa Sekargadung
2.      Batas selatan         : Desa Purworejo
3.      Batas timur            : Desa Kutogirang
4.      Batas barat            : Desa Mojorejo
Desa Curahmojo Kecamatan Pungging Kabupaten Mojokerto mempunyai 5 dusun, yaitu dusun Ngepung, dusun Jlopo, dusun Jemirahan, dusun Gapun dan dusun Sidaran.

4.1.2        Data umum
1.      Umur ibu
Tabel 4.1    Distribusi Frekuensi Umur Ibu di Desa Curahmojo Kecamatan Pungging Kabupaten Mojokerto pada bulan September 2010
No
Umur Ibu
F
%
1.
2.
3.
> 20 tahun
21-35 tahun
> 35 tahun
4
27
3
11,8
79,4
8,8
Jumlah
34
100
Sumber : Data Primer, 2010
Pada Tabel 4.1, dapat diketahui bahwa dari 34 responden, umur ibu 21-35 tahun sebanyak 27 (79,4%) responden, umur > 20 tahun sebanyak 4 (11,8%) responden dan umur > 35 tahun sebanyak 3 (8,8%) responden.
 2.      Pendidikan ibu
Tabel 4.2    Distribusi Frekuensi Pendidikan Ibu di Desa Curahmojo Kecamatan Pungging Kabupaten Mojokerto pada bulan September 2010
No
Pendidikan Ibu
F
%
1.
2.
3.
4.
SD
SMP
SMA
PT
2
10
19
3
5,9
29,4
55,9
8,8
Jumlah
34
100
Sumber : Data Primer, 2010
Pada Tabel 4.2, dapat diketahui bahwa dari 34 responden, pendidikan ibu SMA sebanyak 19 (55,9%) responden, pendidikan SMP sebanyak 10 (29,4%) responden, pendidikan PT sebanyak 3 (8,8%) dan pendidikan SD sebanyak 2 (5,9%) responden.
 3.      Pekerjaan ibu
Tabel 4.3    Distribusi Frekuensi Pekerjaan Ibu di Desa Curahmojo Kecamatan Pungging Kabupaten Mojokerto pada bulan September 2010
No
Pekerjaan Ibu
F
%
1.
2.
3.
4.
5.
IRT
Swasta
Petani
Dagang
PNS
7
14
4
7
2
20,6
41,2
11,8
20,6
5,9
Jumlah
34
100
Sumber : Data Primer, 2010
Pada Tabel 4.3, dapat diketahui bahwa dari 34 responden, pekerjaan ibu swasta sebanyak 14 (41,2%) responden, pekerjaan IRT dan dagang masing-masing sebanyak 7 (20,6%) responden, pekerjaan petani sebanyak 4 (11,8%) dan pekerjaan PNS sebanyak 2 (5,9%) responden.

4.1.3        Data khusus
1.      Usia pemberian makanan pendamping ASI dini
Tabel 4.4    Distribusi Frekuensi Pemberian Makanan Pendamping ASI Dini di Desa Curahmojo Kecamatan Pungging Kabupaten Mojokerto pada bulan September 2010
No
Pemberian MP-ASI Dini
F
%
1.
2.
MP-ASI bayi usia 2-3 bulan
MP-ASI bayi usia 4-6 bulan
12
22
35,3
64,7
Jumlah
34
100
Sumber : Data Primer, 2010
Pada Tabel 4.4, dapat diketahui bahwa dari 34 responden, pemberian makanan pendamping ASI bayi usia 2-3 bulan sebanyak 12 (35,3%) responden dan pemberian makanan pendamping ASI bayi usia 4-6 bulan sebanyak 22 (64,7%) responden.
2.      Status gizi bayi (0-6 bulan)
Tabel 4.5    Distribusi Frekuensi Status Gizi Bayi (0-6 bulan) di Desa Curahmojo Kecamatan Pungging Kabupaten Mojokerto pada bulan September 2010
No
Status Gizi
F
%
1.
2.
3.
Gizi buruk
Gizi kurang
Gizi baik
4
6
24
11,8
17,6
70,6
Jumlah
34
100
Sumber : Data Primer, 2010
Pada Tabel 4.5, dapat diketahui bahwa dari 34 responden, status gizi buruk bayi (0-6 bulan) sebanyak 4 (11,8%) responden, status gizi kurang bayi (0-6 bulan) sebanyak 6 (17,6%) responden dan status gizi baik bayi (0-6 bulan) sebanyak 24 (70,6%) responden.
3.      Hubungan usia pemberian makanan pendamping ASI dini dengan status gizi bayi (0-6 bulan)
Tabel 4.6     Distribusi Silang Hubungan Usia Pemberian Makanan Pendamping ASI Dini dengan Status Gizi Bayi (0-6 bulan) di Desa Curahmojo Kecamatan Pungging Kabupaten Mojokerto pada bulan September 2010
No
Usia pemberian MP-ASI dini
Status gizi bayi (0-6 bulan)
Jumlah
Gizi buruk
Gizi kurang
Gizi baik
f
%
f
%
f
%
f
%
1.
2.
MP-ASI bayi usia 2-3 bulan
MP-ASI bayi usia 4-6 bulan
4
-
33,3
-
-
6
-
27,3
8
16
66,7
72,7
12
22
100
100
Sumber : Data Primer, 2010
Pada Tabel 4.6 menunjukkan bahwa sebagian besar pemberian makanan pendamping ASI bayi usia 4-6 bulan dengan status gizi baik sebanyak 16 (72,7%) dan status gizi kurang sebanyak 6 (27,3%).
Data di atas kemudian di analisis dengan uji statistik Chi-Square, untuk mengetahui hubungan usia pemberian makanan pendamping ASI dini dengan status gizi bayi (0-6 bulan) di Desa Curahmojo Kecamatan Pungging Kabupaten Mojokerto diperoleh r : 0,005 (a < 0,05) maka H0 ditolak, H1 diterima artinya ada hubungan antara usia pemberian makanan pendamping ASI dini terhadap status gizi bayi (0-6 bulan).

4.2  Pembahasan
4.2.1        Usia pemberian makanan pendamping ASI dini
Hasil penelitian pada Tabel 4.4 diketahui bahwa pemberian makanan pendamping ASI bayi terbanyak usia 4-6 bulan sejumlah 22 (64,7%) responden. Selain itu mayoritas responden bekerja swasta (pabrik) yaitu sebanyak 41,2% responden.
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa ibu kurang memberikan ASI eksklusif pada bayinya dan sebagai penggantinya para ibu memberikan makanan tambahan terlalu dini, dimana belum berusia enam bulan tetapi sudah diberikan makanan tambahan. Hal ini disebabkan oleh faktor ibu bekerja, ibu yang bekerja sebagian besar tidak mampu memberikan ASI dan menggantinya dengan memberikan PASI atau MP-ASI. Ini sesuai dengan hasil penelitian yaitu sebagian besar ibu memberikan MP-ASI  yakni 3x sehari dengan jenis makanan yang diberikan adalah nasi ulet, biskuit dan pisang kerok.
Pemberian makanan tambahan pada bayi adalah pemberian makanan atau minuman yang mengandung zat gizi pada bayi usia 6-24 bulan untuk pemenuhan gizi setelah ASI Eksklusif (Depkes, 2007). Pemberian makanan tambahan pada bayi sebaiknya diberikan saat usia bayi lebih dari 6 bulan atau setelah pemberian ASI Eksklusif  karena pada usia 6 bulan kebutuhan nutrisi bayi masih terpenuhi melalui ASI. Namun di Indonesia terutama di daerah pedesaan sering dijumpai pemberian MP-ASI dini. Banyak ibu yang beranggapan bahwa dengan diberi MP-ASI, anaknya akan mendapatkan asupan nutrisi tambahan dan tidak akan merasa lapar lagi serta bayi tidak sering sakit. Namun hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian bayi yang diberi MP-ASI dini mengalami sembelit. Makanan pendamping ASI dianjurkan diberikan saat usia bayi 6 bulan. Pada usia dibawah 6 bulan, sistem pencernaan bayi belum memiliki enzim untuk mencerna makanan tersebut. Akibatnya, pemberian makanan pendamping ASI dapat memperberat kerja organ tubuh bayi. Usus bayi juga belum dapat bekerja sempurna sehingga dapat menimbulkan reaksi diare, kolik dan alergi. Sebaliknya, pemberian makanan pendamping ASI terlalu cepat menyebabkan kebutuhan bayi akan ASI menjadi berkurang. Padahal ASI masih diperlukan untuk tumbuh kembang dan daya tahan tubuh bayi (Kasdu, 2007:9).
Hendaknya ibu memberikan makanan pendamping ASI setelah anak berusia lebih dari 6 bulan karena pemberian makanan tambahan sangat diperlukan terutama untuk anak di atas umur enam bulan yang sudah memerlukan makanan tambahan bergizi dan ibu juga memperhatikan pemberian makanan yang sesuai dengan kebutuhan anaknya sehingga akan mengurangi resiko yang terjadi seperti sembelit. Disarankan juga bila ibu memberikan makanan pendamping ASI lebih menekankan pemberian MP-ASI lokal atau MP-ASI dapur ibu yang artinya MP-ASI hasil olahan sendiri.

4.2.2        Status gizi bayi (0-6 bulan)
Hasil penelitian pada Tabel 4.5 diketahui bahwa status gizi baik bayi (0-6 bulan) sebanyak 24 (70,6%) responden, sebanyak 11,8% bayi dengan status gizi buruk dan 17,6% bayi dengan status gizi kurang. Selain itu sebanyak 79,4% responden yang berumur 21-35 tahun serta hasil penelitian juga menyebutkan 55,9% ibu berpendidikan SMA.
Masih ditemukan status gizi buruk dan kurang pada penelitian ini dipengaruhi oleh keterbatasan ekonomi yang berarti tidak mampu membeli bahan makanan yang berkualitas baik, maka pemenuhan gizinya juga akan terganggu. Selain itu keadaan status gizi bayi baik dipengaruhi oleh umur dan pendidikan ibu, yang pada penelitian ini umur ibu dikategorikan pada umur yang produktif dan sudah matang dalam pemikiran pengambil keputusan. Ibu yang cukup umur akan lebih matang atau berpengalaman dalam merawat anak. Hal ini berpengaruh dalam mengambil keputusan untuk memberikan MP-ASI terhadap anak baik secara dini ataupun sesuai. Pendidikan ibu yang sebagian besar adalah SMA juga mendukung dalam kemampuan ibu untuk menerima informasi yang berkaitan dengan kesehatan bayinya.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Hurlock dalam buku Nursalam dan Siti Pariani (2001) yang mengungkapkan bahwa semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kepuasan seseorang akan lebih matang dalam mengambil keputusan baik dari segi kepercayaan maupun dari segi pandangan masyarakat. Sedangkan menurut Nursalam (2001) bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin mudah menerima informasi. Ibu yang mempunyai jenjang pendidikan yang lebih tinggi cenderung memberikan MP-ASI sesuai kepada anaknya. Hal ini dikarenakan seseorang dengan tingkat pendidikan yang tinggi lebih mudah menerima informasi kesehatan dibanding yang berpendidikan rendah sehingga berpengaruh dalam mengambil keputusan untuk memberikan MP-ASI terhadap anak baik secara dini ataupun sesuai.
Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu (Supariasa, 2002:18). Berdasarkan asupan gizi akan mempunyai status gizi yaitu status gizi kurang, status gizi seimbang (normal) dan status gizi lebih (Ariani, 2009). Progam gizi, khususnya UPGK (Usaha Perbaikan Gizi Keluarga) telah meluas ke berbagai pedesaan di Indonesia. Dalam program ini telah dikembangkan program penimbangan berat badan anak balita dan penggunaan kartu menuju sehat (KMS) untuk memantau keadaan kesehatan dan gizi melalui pertumbuhan atas dasar kenaikan berat badan.
Hendaknya ibu lebih menekankan pemberian ASI eksklusif pada usia ini, karena ASI mampu mencukupi kebutuhan nutrisi anak sampai usia 6 bulan. Sedangkan untuk ibu yang memberikan MP-ASI dini perlu diterapkan pola menu seimbang adalah pengaturan makanan yang sehat dengan susunan hidangan menu sesuai dengan kebutuhan gizi esensial dalam jumlah yang ideal serta disesuaikan dengan daya toleran si kecil.

4.2.3        Hubungan antara usia pemberian makanan pendamping ASI dini terhadap status gizi bayi (0-6 bulan)
Hasil pengujian dengan uji Chi-Square diperoleh hasil ada hubungan antara usia pemberian makanan pendamping ASI dini terhadap status gizi bayi (0-6 bulan). Hasil penelitian juga menunjukkan status gizi baik bayi (0-6 bulan) sebanyak 70,6% dan pemberian ASI ada yang masih diberikan (sering) sebanyak 38,2% serta makanan pendamping yang diberikan berupa nasi ulet sebanyak 61,8%.
Status gizi bayi yang baik disebabkan bayi 0-6 bulan  yang diberikan MP-ASI juga masih diberikan ASI. Faktor lainnya yaitu produk pangan, jika jumlah dan jenis bahan makanan dalam pola pangan disuatu daerah tertentu berkembang dari pangan yang telah ditanam ditempat tersebut. Misalnya banyak menanam sayuran dan buah, maka konsumsi sayuran hijau dan buah akan lebih banyak. Sayuran dan buah dapat meningkatkan kualitas ASI. Sedangkan penelitian ini kebiasaan ibu memberikan makanan pendamping berupa nasi ulet, karena nasi ulet memiliki kandungan kalori yang tinggi dan dapat menunjang kenaikan berat badan bayi sehingga didapatkan status gizi bayi adalah baik. Dari penelitian Cartono (2000-Skripsi) dengan populasi 48 anak, menunjukkan usia pertama kali bayi mendapat MP-ASI 52,1% dibawah 4 bulan dan 47,9% lebih besar 4 bulan dengan status gizi terbanyak adalah baik (41,7%). Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah ada hubungan yang signifikan.
Hal ini senada yang diungkapkan oleh Pudjiati (2003:30), dengan diberikannya ASI dan MP-ASI, kebutuhan zat gizi bayi 0-6 bulan yang meliputi Energi (560 Kkal), Protein (12g), Lemak (13g), Vitamin A (350mg), Vitamin C (30mg) akan semakin bertambah, sehingga mempengaruhi status gizi bayi yang baik. Sayuran dan buah dapat meningkatkan kualitas ASI dikarenakan sayuran hijau untuk menangkal anemi pada ibu dan bayi, sedangkan buah sebagai anti oksidan agar ibu tidak mudah sakit. Pada tahap awal pemberian makanan pendamping ASI, buah segar dapat menjadi pilihan pertama makanan pemula pendamping ASI. Berbeda dari nasi dan makanan pokok lainnya, buah segar mengandung karbohidrat yang mudah dicerna, yaitu gula buah. Kemudahan gula buah dicerna bayi mendekati ASI karena secara alami dilengkapi enzim pencernaan. Oleh karena itu buah digolongkan dalam predigested food atau semidigested food, yaitu makanan yang sudah separuh cerna. Biasanya, bayi perlu menyesuaikan diri selama 4-5 hari. Walaupun demikian, patokan ini tidak mutlak karena keterampilan makanan setiap bayi tidak sama (Apriadji, 2006:57-58).
Diharapkan pemberian makanan pendamping ASI diberikan setelah bayi berusia lebih dari 6 bulan karena pemberian makanan tambahan sangat diperlukan terutama untuk anak di atas umur enam bulan yang sudah memerlukan makanan tambahan bergizi dan ibu juga memperhatikan pemberian makanan yang sesuai dengan kebutuhan bayinya sehingga akan mengurangi resiko yang terjadi seperti sembelit dan diare. Disarankan juga bila ibu memberikan makanan pendamping ASI lebih menekankan pemberian MP-ASI lokal atau MP-ASI dapur ibu yang artinya MP-ASI hasil olahan sendiri.

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1  Kesimpulan
1.      Sebagian besar pemberian makanan pendamping ASI bayi usia 4-6 bulan sebanyak 22 responden (64,7%) dan pemberian makanan pendamping ASI bayi usia 2-3 bulan sebanyak 12 responden (35,3%).
2.      Sebagian besar status gizi baik bayi (0-6 bulan) sebanyak 24 responden (70,6%), status gizi kurang bayi (0-6 bulan) sebanyak 6 responden (17,6%) dan status gizi buruk bayi (0-6 bulan) sebanyak 4 responden (11,8%).
3.      Ada hubungan antara usia pemberian makanan pendamping ASI dini terhadap status gizi bayi (0-6 bulan).

5.2  Saran
1.      Bagi responden
Perlu meningkatkan pengetahuan ibu tentang pemberian MP-ASI yang benar dan tepat sehingga dapat mencegah resiko yang tidak baik dikemudian hari.
2.      Bagi peneliti
Penelitian tentang hubungan MP-ASI dini dengan status gizi balita (0-6 bulan) dapat menambah pengetahuan dan wawasan peneliti sehingga dapat mengaplikasikan dengan turut serta memberikan informasi tentang pemberian MP-ASI yang tepat.
3.      Bagi profesi kebidanan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai bahan masukan dalam memberikan intervensi dalam menanggulangi praktek pemberian MP-ASI dini sehingga jumlah balita yang diberikan MP-ASI dini dapat berkurang.
4.      Bagi peneliti selanjutnya
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang MP-ASI seperti mengenai komplikasi-komplikasi yang terjadi dengan mengambil sampel yang lebih banyak.

0 komentar:

Posting Komentar